Pages

Kamis, 08 Maret 2012

Pengguna Ponsel dan Media Sosial Lebih Egois?


Telepon seluler memang membuat kita terhubung dengan teman dan komunitas yang lebih luas. Tetapi, keasyikan kita terhadap ponsel ternyata mengurangi rasa keingintahuan sosial. Bahkan, para pengguna ponsel diketahui lebih egois.

Para peneliti dari Universitas Maryland menemukan bahwa setelah beberapa waktu menggunakan ponsel, keinginan seseorang untuk ambil bagian dalam tindakan sosial, seperti membantu orang lain, cenderung berkurang.

Dalam penelitian yang dilakukan terhadap para mahasiswa dan mahasiswi pengguna ponsel itu, sikap kurang peduli pada lingkungan sosial terlihat ketika para partisipan diminta untuk membantu menyelesaikan sebuah soal. Kebanyakan merasa enggan membantu meski tahu jawabannya dan sikap mereka itu akan dianggap menyumbangkan uang untuk amal.

Sikap mementingkan diri sendiri yang dimiliki para pengguna ponsel itu, antara lain, disebabkan karena berkurangnya rasa keterhubungan dengan sekitarnya.

"Setiap manusia punya kebutuhan dasar untuk berhubungan dengan orang lain, tetapi ketika kebutuhan itu sudah terpenuhi, katakanlah dengan memakai ponsel, maka secara alami rasa empati dan keterikatan dengan sekitarnya ikut menurun," kata profesor Rosellina Ferraro, yang melakukan penelitian ini.

Studi lain yang dilakukan peneliti dari Kellogg School of Management di Universitas Northwestern menemukan hasil yang hampir mirip. Dalam penelitian tersebut diungkap orang-orang yang sudah memiliki ikatan yang kuat pada lingkaran sosialnya cenderung meremehkan dan menganggap kelompok lain dengan tidak baik.

"Ikatan sosial itu mirip dengan makan. Ketika kita lapar, kita mencari makanan. Ketika kita kesepian, kita mencari ikatan sosial. Saat ikatan sosial itu menguat, secara sosial kita akan merasa 'kenyang' dan kehilangan selera untuk mencari teman lagi dan memperlakukannya secara kurang layak," kata Adam Waytz, peneliti.

Waytz juga menambahkan, ketika seseorang merasa mereka adalah bagian dari sebuah lingkaran sosial, akan muncul perasaan eksklusif dan ada perasaan "kita melawan mereka". Perasaan tersebut bisa membuat kita merasa orang lain di luar lingkaran pertemanan kita sebagai pihak yang kurang layak mendapat perhatian penuh.

Para peneliti sosial juga menemukan bahwa seseorang lebih merasa menjadi bagian dari kelompok setelah mereka memakai sosial media seperti Facebook atau ponsel.
Read More..

Kenapa Ngegosip Itu Asyik?


Kita semua tahu bahwa membicarakan seseorang di belakangnya adalah salah. Tetapi jujur saja, agak sulit menghindarinya. Sebenarnya apa yang membuat kebiasaan tak baik itu terasa mengasyikkan?

Kenyamanan yang timbul dari bergosip. Begitulah para pakar memberi jawaban atas pertanyaan di atas. Beberapa kalimat gosip yang kita bagi dengan teman, rekan kerja, atau keluarga, disebutkan bisa membuat kita merasa nyaman dan superior.

Laurent Begue, seorang psikolog sosial, mengatakan bahwa sekitar 60 persen isi pembicaraan antar orang dewasa adalah tentang seseorang yang saat itu tidak hadir. "Dan kebanyakan adalah tentang penilaian kita tentang orang yang dibicarakan itu," katanya.

Ia menjelaskan bahwa gosip dapat membentuk ikatan sosial karena berbagi ketidaksukaan dengan orang lain bisa menciptakan rasa kesamaan dibandingkan dengan berbagai sesuatu yang positif.

"Dua orang yang tidak saling kenal bisa merasa lebih dekat jika mereka berbagi gunjingan tentang orang ketiga. Ini menjadi semacam cara untuk berbagi nilai dan rasa humor," katanya.

Gosip juga menjadi cara kita untuk memberitahu orang bagaimana menghubungkan diri dengan orang yang belum pernah ditemui. Misalnya saja kita jadi merasa "mengenal" lingkungan kerja teman dari cerita-cerita yang disebarkannya.

Selain itu, terkadang "rahasia" yang kita bagi dengan seseorang dianggap menunjukkan kepercayaan kita. "Terkadang hati kita senang mendengar kata 'jangan bilang siapa-siapa' dari mulut orang yang menyebarkan cerita rahasia itu," katanya.

Ahli antropologi Robin Dunbar bahkan menyebutkan bahwa gosip adalah faktor yang vital dalam evolusi perkembangan otak. "Bahasa tercipta karena adanya kebutuhan untuk menyebarkan gosip," katanya.

Meski demikian gosip juga bisa menjadi cara untuk berbagi kecemasan dan mencari dukungan. Ini menjadi cara tak langsung untuk mengungkapkan keinginan kita. Misalnya kita bercerita tentang betapa seksinya pakaian yang dipakai kakak kita. Mungkin sebenarnya kita ingin meyakinkan diri bahwa kita juga tak kalah seksinya.

Akan tetapi, bagaimanapun gosip bisa merusak banyak hal, terutama kepercayaan orang lain. Bergosip di kantor bahkan bisa menyebabkan Anda terlihat kurang profesional.
Bahasa tercipta karena adanya kebutuhan untuk menyebarkan gosip
-- Robin Dunbar



Read More..

About Me

Foto saya
Belajar dari kesalahan, mengendalikan diri dan menerima kekurangan orang lain adalah hal besar yang perlu dipelajari. Teruslah Berkarya dan Anggap Suatu Masalah Sebuah Seni Kehidupan. Djanggan Cahya Buana, 21 Desember.

Artikel

Berpikir dan Berjiwa Besar Percaya Anda dapat berhasil, Keberhasilan seseorang ditentukan oleh besarnya cara berpikir seseorang, Keraguan, ketidakpercayaan, keinginan bawah sadar untuk gagal, perasaan tidak benar-benar ingin berhasil, bertanggung jawab atas sebagian besar kegagalan. Berpikir ragu maka Anda gagal. Berpikir menang maka Anda berhasil. Kepercayaan diri berhubungan dengan rasa berharga dalam diri manusia. Setiap orang adalah produk dari pikirannya. Percayalah akan hal-hal yang besar. Langkah pertama (dasar) menuju keberhasilan adalah percayalah kepada diri sendiri, percayalah bahwa Anda dapat berhasil.