Pages

Rabu, 08 Juni 2011

Menyusun Kerangka Pikiran


Menyusun kerangka pikiran adalah menjawab secara rasional masalah yang telah dirumuskan dan diidentifikasikan (mengapa penomena itu sendiri) itu dengan mengalirkan jalan pikiran dari pangkal piker (premis) berdasarkan patokan piker (postukit/asumsi/aksioma) sampai pada pemikiran (hasil berpikir/deduktif/hipotesis) menurut kerangka logis (logical construct). Kerangka logis itu adalah kerangka logika sebagaimana digunakan dalam berpikir deductif, yang menggunakan sillogisme (syllogisme), yaitu suatu argumen (penalaran) deduktif yang valid (abash). Sillogisme itu mempunyai kerangka yang tersendiri dari dua pangkal piker (premis) dan satu kesimpulan (conslusion of consequenxe).Dua pangkal piker (premis) ini dibedakan antara “pangkal piker besar” (premis major) dan “pangkal piker kecil” (premis minor). Sedangkan kesimpulan (konsekuen/konklusi) adalah argumentasi dari kedua premis (pangkal piker) itu.
Pangkal piker (premis) adalah “keterangan” dalam suatu pembahasan yang menjadi landasan untuk menurunkan “keterangan lain” atau bahan bukti untuk mendukung kebenaran suatu kesimpulan, yang berpatokan pada patokan piker (postulat/asumsi/aksioma). Jika keterangan itu bersifat umum/besar (general) disebut pangkal piker besar (premis major), jika bersifat khusus/kecil (bagian dari yang besar) disebut pangkal piker kecil (premis minor).
Patokan piker (postulat/asumsi/aksioma) juga suatu keterangan yang kebenarannya telah terjadi dan (dapat diterima tanpa pembuktian lebih lanjut), digunakan sebagai awal (pangkal) atau pegangan dalam suatu pembahasan, jadi merupakan petokan bagi pengkal piker (premis), maka postulat itu tidak sama denegan premis. Postulat besar merupakan patokan bagi pangkal piker besar (premis major), sedangkan postulat kecil merupakan patokan bagi pangkal piker kecil (premis minor). Perlu dipahami bahwa yang dimaksud besar-kecil (major-minor) itu adalah taraf/tingkatan luas-sempitnya cakupan generalitas empirik.

Postulat/asumsi/aksioma (patokan piker) itu diambil dari teori-teori yang telah diterima kebenarannya. Seperti diketahui bahwa menurut tingkatan generalisasi empiriknya, teori itu terbagi atas dua tingkatan, yaitu yang disebut “teori besar atau cakupan luas (grand or wide range theory)” dan “teori tingkat/cakupan menengah (middle range theory)”. Yang disebut pertama, ialah teori yang menjelaskan sejumlah generalisasi empirik dalam cakupan luas, sedangkan yang disebut kedua adalah teori yang menjelaskan sejumlah generalisasi empirik cakupan menengah (medium). Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat ditunjukan bahwa postulat/asumsi/aksioma bagi patokan premis major itu diambil dari “grand theory”, sedangkan bagi patokan premis minor diambil dari “middle range theory”.
Berdasarkan penjelasan di atas maka menyusun kerangka pikiran menurut kerangka sillogisme itu terdiri dari tiga tahap kegiatan piker, yaitu tahap “penelaahan konsep” (conseptioning), tahap “pertimbangan atau putusan” (judgment) dan tahap “penyimpulan” (reasoning). Penjelasannya adaag sebagai berikut :
1. Tahap Penelaahan Konsep (Conceptioning)
Pada tahap ini kegiatan piker ditujukan pada penelaahan pengertian-pengertian dari konsep-konsep pada cakupan generalisasi luas dalam bangu teori atau jalinan fakta, untuk menentukan patokan piker (postulat/asumsi/aksioma) dalam upaya menetapkan pangkal piker besar (premis major). Hal ini bersumber dari suatu teori cakupan generalisasi luas (grand or wide range theory).
Operasionalisasinya adalah mencari keterangan (pengertian-pengertian) dari “grand theory” yang kebenarannya dapat diterima tanpa pengujian atau pembuktian lebih lanjut. Keterangan-keterangan ini akan dijadikan patokan atau pegangan untuk menetapkan premis besar (major premis). Sampai disini pekerjaan itu dikatakan menetapkan postulat, generalisasi konsep-konsep mana yang relevan dengan fenomena yang dipermasalahkan itu, dan bagaimana pengertian-pengertian (baik menurut definisi-definisinya maupun menurut “relationship-relationshipnya”).
Menemukan teori-teori generalisasi empirik cakupan luas dengan cara penelaahan (peninjauan) kepustakaan. Pegangannya ialah memperoleh keterangan yang telah teruji kebenarannya. Oleh karena itu memerlukan ketekunan dan kesungguhan, yaitu selektif, komperatif, kritis dan analistis. Hal-hal tersebut berhubungan dengan kemampuan membeda-bedakan proposisi-proposisi yang telah teruji itu (fakta dan atau teori) dan yang belum teruji (hipotesis, atau mungkin juga dalil). Demikian pula membedakan proposisi dan definisi, deskripsi dan eksplanasi, konsep dan variable. Untuk hal ini perlu diingat kembali mengenai komponen/anatomi pengetahuan dan ilmu, beserta pengertian-pengertiannya. Khusus mengenai proposisi-proposisi dakta atau pun teori, perlu dikaji tentang kehakikian bentuk hubungannya, ketegasan dan atau keeratannya (proposition linkage) dan tinggi-rendahnya nilai informatifnya (high and low informative value).
Meskipun susunan kerangka logika itu mendahulukan “premis major”, namun dalam menyusun “conseptioning” ini rumusan dan identifikasi masalahnya (yang dicari “premis minor”nya) dapat didahulukan. Artinya mencari pengertian-pengertian dari konsep-konsep/variable-variabel yang akan ditelaah dari fakta-fakta dan atau teori-teori itu didasarkan pada rumusan dan ideentifikasi masalah yang hendak dijawab itu. Misalnya rumusan dan ideentifikasi masalah yang hendak dijawab itu sebagai berikut :
a. Problem Statement : “Belum dapat menjelaskan keadaan rel kereta api di dataran tinggi dan di dataran rendah”.
b. Reseach Question : “Bagaimana keadaan rel kereta api di dataran tinggi dan di dataran rendah”; atau
“Samakah keadaan rel kereta api di dataran tinggi dan di dataran rendah”.
Dalam perumusan masalah tersebut terkandung konsep-konsep/variable-variabel/”determinant” dan “result”, yaitu dataran tinggi dan dataran rendah (lingkungan) sebagai determinant (penentu atau yang berpengaruh) terhadap keadaan rel kereta api sebagai result (yang ditentukan atau yang dipengaruhi). Konsep/variable dataran tinggi dan dataran rendah itu merupakan “konsep besar” tentang ketinggian tempat dari permukaan laut (altitude). Keterangan (informasi) yang diperoleh dari konsep “altitude” (sudah mencakup dataran tinggi dan dataran rendah) ialah tentang “suhu (temperatur) suatu tempat”, yang menerangkan bahwa “setiap ketinggian naik 100 meter, suhu (temperatur) turun 10 C”. Jika berdasarkan penelaahan kepustakaan kebenaran dari informasi tersebut meyakinkan tidak memerlukan pengujian atau pembuktian lebih lanjut, maka informasi tersebut dianggap sebagai postulat/asumsi/aksioma (patokan pikir). Berpatokan pada postulat maka perlu dicari keterangan lain yang dijadikan landasan untuk menrunkan keterangan tentang “result” (pikiran tentang keadaan rel kereta api itu), yaitu sebagai premis (pangkal pikir).
Dari penelaahan kepustakaan mengenai “suhu (temperatur)” itu diperoleh keterangan bahwa hal itu bersangkutan dengan energi “panas”, sedangkan keterangan lain yang diperoleh dari padanya ialah hukum panas, yaitu “jika logam terkena panas, maka memuai”. Karena konsep-konsep/variable-variabel yang terkandung pada keterangan tersebut bersifat luas (logam, panas dan memuai) maka dapat dipakai sebagai pangkal pikir besar (major premis), jika dianggap (kebenarannya dapat diterima).
“Conceptioning khusus”, yaitu tentang “result” atau konsep/variable terpengaruh “keadaan rel kereta api”. Keterangan-keterangan yang diperoleh untuk hal bukan tentang fungsinya sebagai jalan untuk melajukan kereta api, tetapi mengenai wujud benda atau barangnya. Berdasarkan hasil penelaahankepustakaan, di peroleh keterangan bahwa rel kereta api itu adalah baja/besi. Jika hal ini kebenaranya dapat di terima tanpa pengujian/ besi itu merupakan “postulat khusus”. Sampai disini selesailah tahap tahap penelaahan konsep-kpnsep (conceptioning) beranjak pada tahap berikutnya, yaitu tahap menimbang atau memutuskan (judgmen),
2) Tahap Pertimbangan atau Putusan (Judgment)
Tahap ini diartikan sebagai kegiatan pikir dalam menimbang atau memutuskan atau menerima atau menolak kesusaian antara pokok (subyek) dan sebutan (predikat) dari suatu keterangan yang sedang di bahas. Pada berpikir deduktif kegiatan ini adalah menerima atau menolak bahwa konsep / variable khusus merupakan “bagian” (golongan, kategori atau klasifikasi) dari konsep / variable umum.
Pada tahap “conceptioning” tentang misal “keadaan rel kereta api” itu sudah sampai pada ‘postulat’ bahwa “rel kereta api itu adalah baja/atau besi”. Pada tahap “judgmen” ini dicari lagi tentang keterangan tentang konsep baja/besi itu di hubungkan dengan subyek (pokok) ini menjadi sebutan (predikat) baja/besi pada premis minor. Dari penelaahan pustaka di peroleh keterangan bahwa baja/besi itu termasuk “golongan” logam. Jika keterangan ini kebenaranya tidak memerlukan pengujian atau pembuktian lebih lanjut, maka kesesuaian antara baja/besi dengan logam dapat diterima. Dengan demikian diputuskan premis minornya adalah : “baja/besi adalah logam” selesailah tahap judgmen itu ; lanjut ketahap “reasoning”.
3) Tahap Penyimpulan (Reasoning)
tahap ini di artikan sebagai kegiatan sambil menarik kesimpulan (infrence) dari premis-premis yang telah di konsepkan pada tahap “conceptioning” dan diputuskan pada tahap “judgmen”. Kerangka “reasoning” itu adalah sebagai berikut;
premis major : “Logam terkena panas memuai”
premis minor : “Baja/besi adalah logam”
kesimpulan : “Baja/besi terkena panas memuai”.
Kesimpulan itu didasarkan pada hukum deduktif, bahwa: “segala kejadian yang muncul pada hal yang umum, berlaku pula pada hal-hal yang khusus, asal saja hal yang khusus itu merupakan bagian dari yang umum” kesimpulannya di sebut deduksi atau kesimpulan rasional / atau kesimpulan deduktif (deductive infrence); juga disebut hipotesis.
Deduksi “baja/besi terkena panas memuai” sama dengan “rel kereta api terkena panas memuai”. Tetapi deduksi ini belum menjawab perumusan masalah / identifikasi masalah. Maka selanjutnya berpegang pada deduksi itu diturunkan lagi keterangan-keterangan dalam rangka menjawab masalah itu.
Deduksi : rel kereta api terkena panas memuai.
Postulat : suhu (panas) didaratan tinggi lebih rendah dari pada suhu (panas) di daratan rendah.
Kesimpulan : “memuainya rel kereta api di daratan lebih pendek dari pada di daratan rendah” identik dengan:
“pemuaian rel kereta api di dataran tinggi tidak sama dengan di dataran rendah”.
Postulat lain : “rel kereta api itu bersambung-sambungan dengan kerenggangan tertentu”.
Kesimpulan : “kerenggangan rel kereta api di dataran rengdah lebih besar dari pada di dataran tinggi”.
Read More..

Tidur Siang Bisa Merugikan


Tidur yang cukup sangat penting untuk menjaga kesehatan fisik dan psikologi. Memejamkan mata barang sejenak di siang hari juga efektif mengusir rasa lelah. Akan tetapi tidak semua orang disarankan untuk tidur siang karena bisa merugikan.
Jika Anda tidak punya masalah dengan tidur di malam hari, meluangkan waktu sejenak untuk tidur di siang hari memang bisa memberi manfaat positif. Penelitian di tahun 2008 menunjukkan tidur siang 45 menit bisa meningkatkan fungsi memori, menurunkan tekanan darah dan meredakan stres.
Namun untuk orang-orang yang menderita gangguan tidur seperti insomnia, tidur siang justru akan kontraproduktif. "Tidur siang, bahkan hanya sebentar bisa mengurangi rasa kantuk di siang hari," Ralp Downey III, Phd, direktur Sleep Disorders Center.
Ia menambahkan, tidur siang akan efektif untuk orang-orang yang menderita gangguan tidur temporer, misalnya karena sedang menderita penyakit tertentu atau insomnia akibat jet lag.
Pada anak-anak, tambahan jam tidur di siang hari biasanya tidak mutlak diperlukan jika ia sudah berusia 3 tahun ke atas. Anak-anak memerlukan tidur siang jika kebutuhan tidurnya di malam hari tidak terpenuhi. Selain itu, anak yang terlihat rewel di malam hari karena kelelahan sebaiknya dijadwalkan untuk tidur siang.
Read More..

Mengapa Orang Gemar Menunda Pekerjaan???


Setiap orang cenderung menunda pekerjaan, apa pun alasannya. Akan tetapi, bila menunda mulai membuat cemas dan lingkungan kerja bereaksi negatif, hati hati! Bisa jadi ini saatnya Anda mengintrospeksi diri.

Ya, kadang kala kita tak sadar sedang menimbun permasalahan pekerjaan. Ketika pekerjaan itu kian menumpuk, bukan semakin mudah diselesaikan, justru semakin banyak, semakin malas untuk menyelesaikan. Ujung-ujungnya, konsentrasi semakin buyar dan tak satu pun pekerjaan selesai dengan baik.

Jika Anda menemui masalah seperti di atas, Himawan Wijanarko, General Manager Strategic Services The Jakarta Consulting Group, menyarankan untuk berstrategi mengurai sindrom prokrastinasi yang melilit. Berikut kiatnya!

Psikologis atau fisiologis
Sebenarnya ada dua permasalahan pokok seseorang menunda pekerjaan, yaitu masalah psikologis dan masalah fisiologis.

Masalah psikologi biasanya berkisar dari kurang percaya diri akibat merasa diremehkan oleh perusahaan atau lingkungan pekerjaan. Bisa juga disebabkan masalah penundaan pekerjaan yang pernah terjadi sebelumnya, yang kemudian menyebabkan lingkungan memberikan tanggapan negatif.

Masalah fisiologis biasanya dialami orang dengan hiperaktivitas, hipertensi, dan kelainan hormonal, yang mau tak mau memengaruhi proses berpikir dan konsentrasi. Rasa cemas pun meningkat seiring tuntutan pekerjaan sehingga fokus tidak optimal. Hasil akhirnya bisa ditebak, pekerjaan malah tidak selesai sesuai waktunya.

Jika permasalahan ada pada fisiologis, yang perlu dilakukan adalah manajemen waktu dan stres. Pastikan Anda tidak menumpuk pekerjaan sulit terlalu banyak dengan deadline yang ketat. Juga perbaiki kualitas hidup untuk menurunkan tingkat kecemasan.

* Manajemen diri
Setiap orang memang memiliki kecenderungan menunda pekerjaan. Ini bisa saja disebabkan faktor kurang dalam kemampuan mengatur diri. Orang dengan kecenderungan ini biasanya sulit mengklasifikasikan mana urusan yang penting dan tidak terlalu penting. Akibatnya semua permasalahan tidak diletakkan dalam skala prioritas yang tepat. Mulai dari pengukuran kemampuan menyelesaikan suatu pekerjaan, perhitungan beban pekerjaan, dan prioritas deadline pekerjaan itu sendiri.

Kebanyakan orang yang terjebak dalam penundaan pekerjaan disebabkan oleh kecenderungan untuk menyelesaikan pekerjaan yang menyenangkan terlebih dahulu, sedangkan yang sulit belakangan. Sebenarnya ada sisi positif dari menyelesaikan pekerjaan yang mudah terlebih dahulu karena jika memaksakan mengerjakan yang sulit justru bisa membuat pekerjaan tidak selesai-selesai. Kendati demikian, jangan lupakan deadline, dan buat jadwal lebih rapi mengenai pengerjaan tugas perusahaan.

Cermin orang lain
Kadang kala kita perlu menjernihkan permasalahan dengan meminta orang lain untuk menjadi cermin. Bukan menirukan apa yang dilakukan orang lain, tetapi meminta orang lain untuk melihat permasalahan diri kita.

Kasus penundaan pekerjaan juga bisa diurai melalui strategi ini. Carilah orang lain yang Anda percaya, misal teman kerja atau pasangan, untuk melihat masalah pekerjaan yang dihadapi. Mintalah orang lain menganalisis pekerjaan yang penting dan tidak penting menurut skala prioritas. Atau mintalah ia menganalisis kesulitan yang sedang dihadapi.

Setelah mendapat gambaran permasalahan, mulai buat daftar jadwal pengerjaan. Akan lebih baik jika orang lain juga bisa menjadi watch dog Anda. Disiplin diri akan bekerja lebih baik ketika Anda merasa mendapat dukungan dari orang lain.

* Manajemen stres
Disadari atau tidak, stres juga bisa mengacaukan akselerasi penyelesaian pekerjaan hingga tak sesuai target. Menurut Himawan, stres pada dasarnya bisa disebabkan empat hal. Pertama, tekanan seperti deadline dan tuntutan kualitas diri. Kedua, frustrasi yang bisa disebabkan oleh hasil yang kurang baik maupun reaksi negatif lingkungan. Ketiga, konflik seperti saat memilah untuk menyelesaikan pekerjaan yang mana lebih dahulu. Keempat, krisis yang bisa disebabkan oleh perubahan yang tiba-tiba.

Ketika menemui kondisi stres, yang perlu dilakukan adalah mengatasi efek psikologisnya. Petakan permasalahan demi menurunkan level stres hingga ke jenjang yang masuk akal. Jika Anda piawai memetakan permasalahan, dengan sendirinya level stres menurun. Level stres yang masuk akal ini justru bisa meningkatkan produktivitas seseorang karena stres sebenarnya juga berperan meningkatkan gairah untuk lebih produktif.

Sesuai tipe Anda
Menyelesaikan permasalahan tugas yang menumpuk juga perlu disesuaikan dengan tipe Anda. Apakah Anda tipe orang yang “maju terus, yang penting hadapi” atau tipe yang butuh refreshing di sela pekerjaan?

Tipe yang pertama umumnya jarang menghadapi masalah tugas yang menumpuk, kecuali Anda memang memiliki masalah menentukan skala prioritas. Tipe yang kedua sebaiknya sedikit memacu diri sendiri untuk membuat target sesuai skala prioritas. Refreshing setelah usai mengerjakan setengah dari beban tugas memang boleh, tetapi pikirkan pula waktu yang tersisa dan kapasitas tubuh serta kemampuan berpikir Anda.

Namun, jika Anda tipe orang yang sering menarik diri, sebaiknya waspada ketika menghadapi permasalahan yang sulit dalam pekerjaan. Jangan hanya diam. Segera cari referensi atau masukan orang lain agar Anda tak merasa “tidak bisa sebelum melakukan”. Ingat, pekerjaan bisa jadi tidak selesai karena permulaan pekerjaan ataupun penyelesaian pekerjaan.
Read More..

About Me

Foto saya
Belajar dari kesalahan, mengendalikan diri dan menerima kekurangan orang lain adalah hal besar yang perlu dipelajari. Teruslah Berkarya dan Anggap Suatu Masalah Sebuah Seni Kehidupan. Djanggan Cahya Buana, 21 Desember.

Artikel

Berpikir dan Berjiwa Besar Percaya Anda dapat berhasil, Keberhasilan seseorang ditentukan oleh besarnya cara berpikir seseorang, Keraguan, ketidakpercayaan, keinginan bawah sadar untuk gagal, perasaan tidak benar-benar ingin berhasil, bertanggung jawab atas sebagian besar kegagalan. Berpikir ragu maka Anda gagal. Berpikir menang maka Anda berhasil. Kepercayaan diri berhubungan dengan rasa berharga dalam diri manusia. Setiap orang adalah produk dari pikirannya. Percayalah akan hal-hal yang besar. Langkah pertama (dasar) menuju keberhasilan adalah percayalah kepada diri sendiri, percayalah bahwa Anda dapat berhasil.