1.
Butiran Iman (=Isinya Huw).
2.
Imam.
3.
Gerakan Jamaah Lil-Muqorrobin.
4.
Masyarakat Dunia.
5.
Cahaya Qudratullah
6.
Segitiga, Gambaran kompak dan menyatunya Al-Kitab, Al-Hikmah dan Al-Nubuwwah. Demikian pula dengan Iman, Islam, dan Ihsan serta Ilmu, Amal dan Taqwa
URAIAN
Ummatan Wahidatan
adalah ummat yang berada didalam Kerajaan
Tuhan, bisa terbentuk karena pemenuhan terhadap sumpahnya dihadapan Wasithah (= Ummatan wasathan). Utamanya
sumpah: Wabi as-sayyidi syaikhi syaikhon
wa-dalilan wa muroban dan wa bi
al-fuqaraa’i at-tabi’ina ihwaanan lima ‘alaihim - walahum maa ’ala aththa’ati tajama’na
wa al-ma’siyati tafaraqna
Artinya :
“ Dan saya
bersenang hati kepada Guru yang mengajari saya, (ini terjadi karena) mendapat
rahmat dari Allah, dari dunia hingga ke akhirat. Adapun hati saya tetap
menghadap kepada Allah.
Dan saya
bersenang hati kepada semua faqir (= menyadari apesnya lalu kuat tekadnya butuh
kepada Tuhannya), yang taat kepada Guru, mereka semua adalah saudara saya lahir
bathin, dunia hingga ke akhirat. Saya bersenang hati selalu bersama-sama dalam
ibadahnya, dan saya bersenang hati untuk saling bertolong-tolongan dalam
kemelaratannya. Tetapi saya juga bersenang hati untuk berpisah didalam
kedurhakaanya”.
Adalah ummatan Wahidatan yang hati-nurani, roh dan rasanya munjer
(memusat) kepada “butiran Iman”
(=Isinya Huw), hidupnya disemangati oleh “Mahabbah
bi Rauhillah”. Cita-citanya menyatu dengan Imam yakni Guru Wasithah yang secara hak
dan syah menjadi panutannya. Mereka inilah yang terhimpun dalam gerakan
Jamaah Lil-Muqorrobin dijaga dan dipelihara oleh “ Cahaya Qudratullah” hingga sampai sewaktu-waktu mati yang hanya
sekali saja dirasakan ditarik fadhal dan rahmatNya Allah merasakan mati selamat
sebagaimana yang dirasakan oleh semua kekasihNya Allah. Dengan yakin rasanya
merasakan betapa bahagianya mati selamat.Yakni. Fii maq adhi shidqin ‘inda Malikin muqtadirin. Kembali ketempat
yang benar (lalu merasakan kebahagiaan selama-lamanya) disisi Raja (Tuhan) Yang Berkuasa.
SEBELUM DIMUNCULKAN.
Gerakan Jamaah Lil-Muqorrobien adalah
Gerakan hati-nurani, roh dan rasa yang dilatih dan dididik supaya selalu
bergerak mendzikiri Ada + Wujud Satu-satuNya Dzat Yang Mutlak Wujud-Nya (=Isinya Huw). Sebelum dimunculkan oleh Kun Fayakun-Nya secara nyata diatas
permukaan bumi, oleh karena nantinya akan menjadi contoh konkrit bagi
masyarakat dunia yang juga akan disentuh oleh Cahaya Qudratnya, lalu berniat hati untuk memperoleh ilmu dari
Guru, maka kesiapan warga Jamaah menjadi sebuah jamaah yang kokoh dan kompak,
seia sekata dalam membuktikan sumpah dan janji merupakan kewajiban yang harus
dapat dipenuhi.
Dan oleh
karena masyarakat dunia (yang pada saatnya juga disentuh oleh Cahaya Qudratullah ini), memerlukan
tatanan yang Ilaahi, berkepribadian, berwawasan, berpendidikan, sehat dan
sejahtera, bernegara, berpemerintahan, berekonomi, dan sebagainya (sebagaimana tertuang dalam Mamlukat),
maka sekecil dan sesederhana seperti apapun, Jama’ah Lil Muqorrobin berusaha
untuk dapat menjadi cikal-bakalnya. Karena itu kegiatan apa saja yang telah
dapat kita rintis, seperti pendidikan, pemberdayaan ekonomi warga, melembaganya
kepengurusan disemua tingkat sebagai alatnya Wasithah, harus dijaga,
dipelihara, dikembangkan secara bertanggung jawab berdasar aturan yang telah
memperoleh persetujuan dari Imam Jama’ah.
Kita telah
memiliki pedoman yang kokoh sebagaimana tertuang dalam Qaidah IX, sebagai
pedoman sehari-hari. Maka memahami kandungan dan maksud Qaidah IX yang dibuat
oleh Guru kita, Almarhum Kyai Hasan
Ulama’ adalah hal yang harus diutamakan.
Kemudian bagaimana menjadi masyarakat
dunia yang berada didalam Kerajaan Tuhan supaya selalu memperoleh Ridha dan
Maghfirah dari Allah Azza Wajalla, telah tertuang dalam mamlukat.
Demikian pula bagaimana
harus secara benar memahami dan menjalani Ilmu dan laku bagi murid (=orang yang
berkehendak bertemu Tuhannya) hingga benar-benar mapan hidupnya dalam Dawuh Guru telah banyak tulisan dan
penjelasan langsung (dengan lesan), yang dikeluarkan
GAMBAR SEGITIGA
Gambar
segitiga (Nomor 6), adalah gambaran kompak dan menyatunya Al-Kitab, Al-Hikmah dan Al-Nubuwwah. Demikian pula dengan Iman, Islam dan Ihsan serta Ilmu, Amal dan Taqwa.
Senjata Imam
Mahdi, Trisula, Ilmu Nubuwwah,
Al-Qur’an dan Jamaah, menjadi senjata yang benar-benar akan dapat tepat
pada sasaran apa bila tiga hal tersebut, yaitu Al-Kitab, Al-Hikmah dan Al-Nubuwwah, demikian pula dengan Iman, Islam dan Ihsan serta Ilmu, Amal dan Taqwa, menyatu dalam
setiap diri warga Jamaah.
Hal tersebut sama sekali
tidak sulit apabila modal pokok bagi setiap murid (setiap orang yang
berkehendak bertemu Tuhannya) benar-benar diyakini dengan kokoh.
Dua modal pokok tersebut adalah : Percaya dan Gelem. (mau).
Percaya
sepenuh hati bahwa Isinya Huw itu adalah DiriNya Dzat Yang Mutlak WujudNya, Al-Ghaib, Allah
Asmanya, amat sangat dekat sekali dalam rasa hati, selalu menyertai dan
senantiasa meliputi. Karena itu amat mudah dan sangat indah untuk selalu
diingat-ingat dan dihayati.
Kemudian percaya sepenuh
hati bahwa hamba yang secara hak dan sah menujuki Ilmu seperti itu adalah hamba
yang secara hak dan syah pula dikehendaki Ilaahi menjadi pelanjut (wakil) nya
Junjungan Nabi Muhammad SAW. Sebagai
Rasulullah.
Wakil
dan muwakkal itu sama.
Kemudian gelem (=mau). Yaitu mau memaksa jiwa
raganya sendiri untuk melaksanakan perintahnya Guru dengan benar. (= derajat sabar).
Jiwa-raga adalah wujudnya nafsu. Karena
itu apabila tidak dipaksa, yang pasti tidak akan mau. Sebab wujud nafsu yang
tidak lain adalah jiwa raganya sendiri-sendiri ini perbuatannya senantiasa
mengajak kepada semua hal yang buruk. Dan hal yang buruk adalah semua hal yang
dianggap benar, dianggap baik dan dianggap indah padahal sama sekali tidak
sejalan dengan kehendak Allah.
Sifatnya nafsu sama sekali
tidak mengetahui Tuhannya.
Dan dzatnya nafsu selalu
membantah kepada Tuhannya.
Padahal mendekatkan diri
kepada Tuhan sehingga sampai dengan selamat, apabila tidak mengendarai nafsu,
lamanya 3000 tahun. Sesuatu yang mustahil terjadi. Sebab umur manusia tidak ada yang sampai sekian
lamanya.
Sedang apabila nafsunya
patuh dan tunduk dijadikan kendaraan, seumur masing-masing akan sampai. Karena
itulah maka Allah dalam QS Al-Maidah
ayat 35 mengamanatkan kepada orang-orang
yang telah beriman (=iman bi
al-Ghaibi), kemudian diperintahkan supaya bertaqwa, masih lagi
diperintahkan supaya dapat sampai kepadaNya dengan selamat itu selalu
berpegangan teguh kepada: al-Wasilata,
dan masih diperintahkan lagi supaya berjihad di jalanNya agar menjadi
orang-orang yang beruntung.
Jihadunnafsi, memerangi nafsunya sendiri hingga
patuh dan tunduk dijadikan kendaraan oleh cita-cita hati-nurani, roh dan rasa
mendekat hingga sampai kepada Tuhan, berdasar sabda Junjungan Nabi SAW. Adalah perang terbesar (=jihadul
Akbar).
Semoga kita
semua senantiasa memperoleh berberan,
sawab, berkah, dan pangestunya Wasithah. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar